https://faidahislamiyyah.blogspot.com/2015/04/ubah-penampilanmu-mulai-dari-sekarang.html
Oleh Muhammad Maftuhin ar-Raudli
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ . قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ
يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ
يُحِبُّ الْجَمَالَ , الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ
وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam
hatinya terdapat kesombongan sebesar debu.” Ada seseorang yang bertanya, “Sesungguhnya seseorang ingin memakai baju dan sandal yang bagus. ” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim)
Uraian Hadits
Renungkanlah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai
keindahan.” Kalimat ini mengandung dua prinsip yang agung, makrifat (pengetahuan)
dan suluk (prilaku).
Yang pertama adalah sabda Nabi
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah.” Ini adalah poin yang harus kita ketahui
bahwa Rabb kita, Allah Jalla wa ‘Ala Maha Indah dalam nama-nama,
sifat-sifat-Nya, dan Dzat-Nya. Allah Tabaraka wa Ta’ala memiliki nama-nama
yang indah dan sifat-sifat yang mulia lagi sempurna. Allah Ta’ala juga
memiliki Dzat yang Maha Indah, Maha Sempurna, Maha Agung, yang keindahan,
kesempurnaan, serta keagungan itu tidak mampu dilogikakan oleh manusia. Sebagaimana firman-Nya:
“......Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS.
asy-Syu’ara: 11)
Dan di akhir hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Dia mencintai keindahan.” Allah Subhanahu
wa Ta’ala mencintai hamba-hamba-Nya, yang beribadah kepada-Nya dengan
memperbagus diri dan penampilan. Inilah syariat-Nya yang Maha Bijaksana,
agama-Nya yang senantiasa mengurus makhluk-Nya, dan jalan Allah Tabaraka wa
Ta’ala yang lurus.
Sabda Nabi bahwasanya Allah Jalla
wa ‘Ala mencintai keindahan meliputi seluruh syariat Allah. Jadi, Allah menyukai agar seseorang indah dalam perkataannya, hatinya, dan
amal perbuatannya. Memperindah hati dengan keimanan, memperbaiki hati dengan
ketenangan, dan sebaik-baik amalan yang memperindah hati seseorang adalah iman
kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari akhir. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:
“Dan
ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti
kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi
Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah
di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kedurhakaan. Mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS.
al-Hujurat: 7)
Dalam sebuah doa disebutkan:
اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ،
وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
“Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan iman dan
jadikanlah kami orang-orang yang diberi petunjuk dan memberi petunjuk (kepada
orang lain).”
Hati dihiasi dan dibuat indah
dengan amalan-amalan hati, seperti cinta kepada Allah, berharap kepada-Nya,
tawakkal, meminta tolong hanya kepada-Nya, dan lain sebagainya.. Dan hati juga
dibuat sakit atau rusak dengan amalan-amalan yang buruk, seperti dengki, hasad,
dan lain sebagainya. Sifat-sifat jelek ini akan menghilangkan sifat-sifat
yang indah yang ada di dalam hati.
Di antara keindahan lainnya yang Allah cintai adalah
memperbagus ucapan dan menghiasi lisan dengan kalimat-kalimat yang baik dan
pembicaraan yang terpuji. Berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, bertasbih,
bertahmid, bertakbir, bertahlil, membaca al-Qur’an,
memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah keburukan, berdakwah, dan
mengajarkan hal-hal yang baik, semua itu adalah bentuk memperindah dan
menghiasi lisan.
Demikian juga anggota badan
dihiasi dengan hal-hal yang Allah cintai, seperti beramal shalih, menjaga hal-hal
yang menjadi bangunan Islam, yakni shalat, puasa, haji, zakat, dan semua bentuk
ketaatan yang mendekatkan diri seseorang kepada Allah Jalla wa ‘Ala,
maka ia adalah memperindah amalan, yang perbuatan tersebut dicintai oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Ketika seseorang menghiasi diri
dengan adab dan akhlak yang terpuji, maka ia telah melaksanakan hal yang paling
maksimal dalam memperindah dirinya. Dan syariat Islam adalah ajaran yang sangat
menjunjung tinggi akhlak dan adab, orang yang menjaga adab dan akhlak yang
sesuai dengan tuntunan syariat Islam, maka dia telah berhias diri dengan
sebaik-baik perhiasan.
Termasuk juga menghiasi dan memperindah diri adalah
menjauhi hal-hal yang diharamkan dan perbuatan dosa. Dosa dan maksiat akan
mengurangi bahkan menghilangkan keindahan seseorang. Sejauh mana ia melakukan
pelanggaran dan dosa, sejauh itulah seseorang akan kehilangan keindahan dan
perhiasan dirinya.
Di antara perbuatan memperindah
diri yang lainnya yang Allah cintai, yaitu seseorang memiliki perhatian
terhadap sunnah fitrah yang telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Yaitu menghilangkan bulu atau rambut yang kurang
disukai. Seperti mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, memotong
ujung-ujung kumis, menggunting kuku, dan lain sebagainya. Yang semua itu merupakan bentuk memperindah dan menghiasi diri yang Allah
Tabaraka wa Ta’ala cintai.
Memperhias dan memperindah diri juga bisa dalam bentuk
seseorang membeli pakaian-pakaian yang bagus sebagai bentuk menunjukkan nikmat
Allah yang telah Allah berikan. Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ
عَلَى عَبْدِهِ
“Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat-Nya
pada seorang hamba.” (HR. Tirmidzi).
Dari Malik bin Auf radhiallahu ‘anhu, ia
berkata:
رَآنِي رسول الله صلى الله عليه وسلم رَثَّ الثِّيَابِ ،
فَقَالَ: هَلْ لَكَ مِنْ مَالٍ؟ قُلْتُ: نَعَمْ مِنْ كُلِّ الْمَالِ قَالَ :
فَإِذَا آتَاكَ اللَّهُ مَالًا فَلْيُرَ أَثَرُهُ عَلَيْكَ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatku memakai pakaian yang usang, maka beliau
bertanya, “Apakah engkau memiliki harta?” Aku menjawab, “Iya Rasulullah, aku
memiliki seluruh jenis harta (yaitu jenis harta yang dikenal saat itu).” Beliau
bersabda, “Jika Allah memberikan harta kepadamu, maka hendaknya terlihat tanda
harta tersebut pada dirimu.” (HR. Tirmidzi).
Allah mencintai seseorang yang berhias dengan pakaian
yang indah selama dalam batas-batas yang dibolehkan dan dihalalkan syariat.
Allah ‘Azza wa Jalla menganugerahkan kepada hamba-hambanya dua macam
perhiasan yaitu perhiasan yang tampak dengan memakai pakaian yang baik dan
perhiasan di batin berupa ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai anak
Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu
dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.
Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. al-A’raf: 26)
Barangsiapa yang kehilangan
perhiasan takwa, maka tidak bermanfaat baginya perhiasan yang zhahir yang
tampak. Karena perhiasan yang hakiki dan keindahan yang
sejati adalah takwa kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Ayat tersebut
menjelaskan bahwa Allah Swt. menurunkan
pakaian kepada para hamba-Nya, supaya mereka dapat menutup aurat mereka dari
pandangan, dan sebagai perhiasan serta keindahan.
Adapun
makna “Allah menurunkan pakaian kepada para hamba-Nya” adalah: bahwa Allah Azza
wa Jalla telah menurunkan hujan, dan dari hujan tersebut akan tumbuh, hidup
dan berkembang segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, dan dari segala
sesuatu itulah umat manusia dapat memproduksi pakaian-pakaian yang mereka
butuhkan. Dengan demikian, secara tidak langsung Allah telah menurunkan
pakaian.
Dalam ayat
tersebut Allah Swt. menamai aurat dengan sau’ah (perbuatan jelek), hal
ini karena seseorang akan menjadi tercela jika auratnya terbuka pada suatu
tempat yang tidak semestinya.
Oleh karena itulah, libas (pakaian) merupakan bagian dari dlaruriyyaat
(sesuatu yang mesti dipenuhi), sementara riyaasy (perhiasan), adalah
sebagai suplemen (pelengkap) yang dianjurkan oleh Islam.
Islam memperkenankan kepada setiap muslim, bahkan menyuruh supaya geraknya
baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi untuk menikmati perhiasan
dan pakaian yang telah diciptakan Allah.
Adapun tujuan
pakaian dalam pandangan Islam ada dua macam, yaitu guna menutup aurat dan
berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya,
di mana Allah telah menyediakan pakaian dan perhiasan, kiranya mereka mau
mengaturnya sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat: 26 di
atas.
Dengan demikian
barangsiapa yang mengabaikan salah satu dari dua perkara di atas, yaitu
berpakaian untuk menutup aurat atau berhias, maka sebenarnya orang tersebut
telah menyimpang dari ajaran Islam dan mengikuti jejak syaitan. Inilah rahasia
dua seruan yang dicanangkan Allah kepada umat manusia, sesudah Allah mengumandangkan
seruan-Nya yang terdahulu itu, di mana dalam dua seruan-Nya itu Allah melarang
keras kepada mereka telanjang dan tidak mau berhias, yang justru keduanya itu
hanya mengikuti jejak syaitan belaka.
Untuk itulah
maka Allah Swt. berfirman:
“Hai anak-cucu
Adam! Jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh syaitan, sebagaimana mereka telah
dapat mengeluarkan kedua orang tuamu (Adam dan Hawa) dari surga, mereka dapat
menanggalkan pakaian kedua orangtuamu itu supaya kelihatan kedua auratnya.”
(QS. al-A'raf: 27)
“Hai anak-cucu
Adam! Pakailah perhiasanmu di tiap-tiap masjid dan makanlah dan minumlah tetapi
jangan berlebih-lebihan (boros).” (QS. al-A'raf: 31)
Islam mewajibkan
kepada setiap muslim supaya menutup aurat, di mana setiap manusia yang
berbudaya sesuai dengan fitrahnya akan malu kalau auratnya itu terbuka.
Sehingga dengan demikian akan berbedalah manusia dari binatang yang telanjang.
Seruan Islam untuk
menutup aurat ini berlaku bagi setiap manusia, kendati dia seorang diri
terpencil dari masyarakat, sehingga kesopanannya itu merupakan kesopanan yang
dijiwai oleh agama dan moral yang tinggi.