Balas Budi Bukan Sebatas Terima Kasih







Oleh Brilly El-Rasheed
Inspirator Golden Manners


Balas budi, salah satunya ucapan terima kasih, adalah tuntunan syariah yang sangat agung. Ibnu Al-Atsir memaparkan, Allâh Ta'ala tidak menerima syukur seorang hamba kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan, tatkala dia tidak pandai berterima kasih atas kebaikan manusia kepadanya. Yang demikian karena (kuatnya) hubungan kedua hal tersebut satu dengan yang lain. Makna lain dari hadits di atas adalah barangsiapa memiliki kebiasaan tabiat mengingkari budi baik manusia dan tidak bersyukur (berterima kasih) atas kebaikan mereka, maka niscaya dia memiliki tabiat kebiasaan mengkufuri nikmat Allâh Ta'ala dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Ada pula makna lain yang terkandung dalam hadits di atas, bahwa barang siapa tidak mensyukuri (kebaikan) manusia, maka dia layaknya orang yang tidak mensyukuri Allâh Ta'ala. Semua makna ini terpetik melalui penyebutan nama Allâh Ta'ala Yang mulia (dalam hadits di atas. [An-Nihâyah fi Gharîbil Hadîts hlm . 488]



Sayangnya, kerap kali etika ucapan terima kasih lagi-lagi tidak khalish. Ucapan terima kasih hanya jadi pemanis bibir yang terlontar sambil lalu tanpa penuh penghayatan dan penghargaan atas kebaikan orang lain. Kesadaran pengucap terima kasih atas besarnya jasa orang lain walaupun kecil selalu hilang diterpa angin kufur nikmat yang dihembuskan jin-syaithani.
Ucapan terima kasih yang diajarkan Nabi sebagai salah satu perwujudan balas budi adalah kalimat ‘jazakumullah khairan’. Esensinya sesungguhnya adalah doa. Mendoakan kebaikan untuk orang yang sudah berbuat baik kepada kita. Mendoakan agar orang tersebut diberikan oleh Allah balasan kebaikan yang lebih banyak dibanding kebaikannya kepada kita. Kalimat ‘jazakumullah khairan’ pada sebagian masyarakat mengalami nasib yang sama dengan ucapan terima kasih, disampaikan tanpa perasaan dan harapan penuh atas balasan Allah untuk orang yang sudah berjasa.
Tengoklah Nabi kita. Rasulullah Muhammad membalas kebaikan orang lain dengan doa. Jangan kira doa Nabi sama halnya doa kita. Doa Nabi selalu dan pasti dikabulkan oleh Allah dalam wujud persis seperti apa yang diminta oleh Nabi.
‘Abdullâh bin ‘Abbâs radhiyallâhu'anhu bercerita, “Suatu ketika, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam masuk ke kamar kecil (untuk membuang hajat). Maka aku menyediakan air bersih untuk beliau pakai berwudhu. Ketika Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam selesai dari hajatnya, Beliau bertanya, “Siapakah yang telah meletakkan (air wudhu) ini?” Kemudian Beliau diberitahu, bahwa akulah yang telah melakukannya. Maka beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam (membalas kebaikanku dengan) berdoa: “Ya Allâh… berikanlah dia (Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu'anhu) pemahaman dalam agama”. [HR. al-Bukhâri no.134 dan Muslim no. 6318]
Dalam kisah yang lain, suatu saat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengunjungi sebagian Shahabat dan menyantap hidangan makanan yang disajikan kepadanya di rumah mereka. Ketika Beliau telah selesai dan hendak berpamitan, bergegas tuan rumah berkata, “Rasûlullâh, tolong doakanlah bagi kami kebaikan...”. Maka Rasûlullâh membaca, “Ya Allâh… berkahilah bagi mereka semua rizki yang telah Engkau limpahkan kepada mereka. Ampuni dan sayangilah mereka”. [HR. Muslim no.5296]

Dikutip dari buku Good Attitude karya Brilly El-Rasheed yang akan segera terbit akhir tahun 2014 ini.



Artikel: Faidahislamiyyah.blogspot.com

Admin: Ali Akbar
Editor: Muhammad Maftuhin


Dukung dakwah kami dengan doa, komentar, memasang iklan dan dukungan finansial.



Related

FIQIH 8055722595513681841

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Assalamu'alaikum

Selamat datang di Faidah Islamiyyah. Semoga apa yang kami sajikan bermanfaat untuk Anda. Sampaikan saran dan komentar melalui 081515526665 atau 082140888638!
Please install the Flash Plugin

Hot in week

Comments

Citizen Journalist

Kirim tulisan inspiratif Anda melalui faidahislamiyyah@gmail.com. Sertakan identitas dan blog Anda.
item