Banyak Pasal Beri Celah Vonis Koruptor Ringan


RMOL. Desakan masyarakat sipil untuk menghentikan pembahasan revisi RUU KUHP dan KUHAP terus berlanjut. Alasannya, kedua RUU ini akan mengebiri kewenangan penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, hasilnya akan asal-asalan karena masa jabatan anggota DPR Periode 2009-2014 akan segera berakhir.
Kemarin, sejumlah aktivis an­tikorupsi menyarahkan petisi penolakan sebanyak 21.071 orang yang dibuat Anita Wahid di situs Change.org kepada pim­pinan DPR. Petisi tersebut diteri­ma langsung Wakil Ketua DPR Pramono Anung yang sekaligus Ketua Global Organization of Par­liamentarians Against Cor­ruption (GOPAC) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emer­son Yuntho meminta, DPR mena­rik pembahasan kedua RUU ter­se­but, karena melemahkan KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Adanya petisi tersebut karena masyarakat khawatir dilemah­kannya KPK. Ada kesan dalam RUU tersebut korupsi tidak di­tem­patkan bukan sebagai keja­hatan luar biasa, melainkan seba­gai kejahatan biasa,” tudingnya di Kompleks Gedung DPR, Ja­kar­ta, kemarin.    
Penghentian pembahasan ke­dua RUU tersebut, lanjut Emer­son, merupakan salah satu lang­kah antisipasi dari ICW karena adanya kekhawatiran pelemahan terhadap KPK tersebut. “Seperti kita ketahui lembaga pemberan­tas korupsi ini memiliki kewe­nangan yang sangat luar biasa un­tuk menghadapi kejahatan ko­rupsi di Indonesia,” katanya.
Dia menerangkan, dalam pem­bahasan RUU KUHP dan KU­HAP tidak terlihat adanya efek yang menjerakan bagi para ko­rup­tor. Bahkan, beberapa pasal malah membuka celah peringa­nan huku­man bagi narapidana tindak pida­na korupsi di luar mekanisme gra­si, remisi dan lain­nya. “Di Ran­cangan Undang Un­dang KUHP dan KUHAP, KPK akan kehila­ngan kewena­ngannya untuk me­nyi­dik dan menuntut bersamaan dengan diberlakukan KUHP dan KUHAP baru,” ungkapnya.
Sementara itu, Pramono me­nya­takan mendukung peng­hen­tian pembahasan kedua RUU itu. “Saya sebagai pimpinan DPR yang konsen dengan gerakan an­ti-korupsi, saya akan mem­bawa dukungan kepada KPK di sidang Paripurna,” ujarnya saat mene­rima dokumen petisi yang dibawa ICW dan Change.org di ruang ra­pat pimpinan DPR.
Dia mengaku, akan terus men­­du­kung gerakan antikorupsi seka­ligus mendukung penguatan ke­we­nangan KPK.
“Kita juga tak ada keinginan untuk mele­mahkan KPK. Kon­disi seperti ini saja ma­sih se­ring kebobolan, apalagi KPK dile­mahkan. Saya justru ingin KPK di­tam­bah wewenang­nya,” te­kan­nya.
Penambahan wewenang itu antara lain mengenai asset reco­very atau pengembalian aset ke­pada negara. “Kami akan tindak­lanjuti petisi teman-teman ini kepada Komisi III supaya akan menjadi pertimbangan. Mudah-mudahan saya selaku pimpinan DPR yang masih concern ter­hadap pemberantasan korupsi ini bisa membantu,” terangnya.
Tak hanya itu, dia juga me­minta masyarakat memonitor terus pembahasan RUU KUHAP nan­tinya. Menurut dia RUU ter­se­but tak akan selesai pada perio­de sekarang. “Tapi kita perlu me­ngantisipasi adanya pihak yang memanfaatkan last minute seperti sekarang ini,” tandasnya. ***

Catatan Quantum Fiqih
Allah berfirman, yang artinya,
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Maidah: 38).
Firman Allah yang memerintahkan untuk memotong tangan pencuri bersifat mutlaq. Tidak dijelaskan berapa batas maksimal harga barang yang dicuri, dimana tempat barang yang dicurinya dan lain sebagainya. Akan tetapi kemutlakan ayat diatas di-taqyid (diberi batasan) oleh hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, para ulama menyaratkan beberapa hal untuk menjatuhkan hukum potong tangan bagi pencuri. Di antaranya: Barang yang dicuri berada dalam (hirz) tempat yang terjaga dari jangkauan, seperti brankas/lemari yang kuat yang berada di kamar tidur untuk barang berharga, semisal: Emas, perhiasan, uang, surat berharga dan lainnya dan seperti garasi untuk mobil. Bila persyaratan ini tidak terpenuhi, tidak boleh memotong tangan pencuri.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ditanya oleh seorang laki-laki dari suku Muzainah tentang hukuman untuk pencuri buah kurma, “Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya adalah dia harus membayar dua kali lipat. Pencuri buah kurma dari tempat jemuran buah setelah dipetik hukumannya adalah potong tangan, jika harga kurma yang dicuri seharga perisai yaitu: 1/4 dinar (± 1,07 gr emas).” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah. Menurut Al-Albani derajat hadis ini hasan).
Batas minimal barang yang dicuri seharga 1/4 dinar berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh dipotong tangan pencuri, melainkan barang yang dicuri seharga 1/4 dinar hingga seterusnya.” (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan maksud ayat yang memerintahkan potong tangan, bahwa barang yang dicuri berada dalam penjagaan pemiliknya dan sampai seharga 1/4 dinar.
Persyaratan ini tidak terpenuhi untuk kasus korupsi, karena koruptor menggelapkan uang milik negara yang berada dalam genggamannya melalui jabatan yang dipercayakan kepadanya. Dan dia tidak mencuri uang negara dari kantor kas negara. Oleh karena itu, para ulama tidak pernah menjatuhkan sanksi potong tangan kepada koruptor.
Untuk kasus korupsi, yang paling tepat adalah bahwa koruptor sama dengan mengkhianati amanah uang/barang yang dititipkan. Karena koruptor dititipi amanah uang/barang oleh negara. Sementara orang yang mengkhianati amanah dengan menggelapkan uang/barang yang dipercayakan kepadanya tidaklah dihukum dengan dipotong tangannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang mengkhianati amanah yang dititipkan kepadanya tidaklah dipotong tangannya“. (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani).
Di antara hikmah Islam membedakan antara hukuman bagi orang yang mengambil harta orang lain dengan cara mencuri dan mengambilnya dengan cara berkhianat adalah bahwa menghindari pencuri adalah suatu hal yang sangat tidak mungkin. Karena dia dapat mengambil harta orang lain yang disimpan dengan perangkat keamanan apapun. Sehingga tidak ada cara lain untuk menghentikan aksinya yang sangat merugikan tersebut melainkan dengan menjatuhkan sanksi yang membuatnya jera dan tidak dapat mengulangi lagi perbuatannya, karena tangannya yang merupakan alat utama untuk mencuri, telah dipotong.
Sementara orang yang mengkhianati amanah uang/barang dapat dihindari dengan tidak menitipkan barang kepadanya. Sehingga merupakan suatu kecerobohan, ketika seseorang memberikan kepercayaan uang/barang berharga kepada orang yang anda tidak ketahui kejujurannya. (Ibnu Qayyim,  I’lamul Muwaqqi’in, jilid II, Hal. 80)
Ini bukan berarti, seorang koruptor terbebas dari hukuman apapun juga. Seorang koruptor tetap layak untuk dihukum. Di antara hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor sebagai berikut:
Pertama, koruptor diwajibkan mengembalikan uang negara yang diambilnya, sekalipun telah habis digunakan. Negara berhak untuk menyita hartanya yang tersisa dan sisa yang belum dibayar akan menjadi hutang selamanya.
Ketentuan ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap tangan yang mengambil barang orang lain yang bukan haknya wajib menanggungnya hingga ia menyerahkan barang yang diambilnya“. (HR. Tirmidzi. Zaila’i berkata, “Sanad hadis ini hasan”).
Kedua, hukuman ta’zir. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku sebuah kejahatan yang sanksinya tidak ditentukan oleh Allah, karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan untuk menjatuhkan hukuman hudud. (Almausuah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah,  jilid XII, hal 276.)
Kejahatan korupsi serupa dengan mencuri, hanya saja tidak terpenuhi persyaratan untuk dipotong tangannya. Karena itu hukumannya berpindah menjadi ta’zir.
Jenis hukuman ta’zir terhadap koruptor diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang) untuk menentukannya. Bisa berupa hukuman fisik, harta, kurungan, moril, dan lain sebagainya, yang dianggap dapat menghentikan keingingan orang untuk berbuat kejahatan. Di antara hukuman fisik adalah hukuman cambuk.
Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa Nabi menjatuhkan hukuman cambuk terhadap pencuri barang yang kurang nilainya dari 1/4 dinar.
Hukuman kurungan (penjara) juga termasuk hukuman fisik. Diriwayatkan bahwa khalifah Utsman bin Affan pernah memenjarakan Dhabi bin Al-Harits karena dia melakukan pencurian yang tidak memenuhi persyaratan potong tangan.
Denda dengan membayar dua kali lipat dari nominal harga barang atau uang negara yang diselewengkannya merupakan hukuman terhadap harta. Sanksi ini dibolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamterhadap “Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya dia harus membayar dua kali lipat”. (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah).
Hukuman ta’zir ini diterapkan karena pencuri harta negara tidak memenuhi syarat untuk dipotong tangannya, disebabkan barang yang dicuri tidak berada dalam hirz (penjagaan selayaknya).

Artikel: www.thaybah.id dan cafeilmubrilly.blogspot.com
Redaksi: Brilly El-Rasheed



Related

BISNIS 6776575218159184086

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Assalamu'alaikum

Selamat datang di Faidah Islamiyyah. Semoga apa yang kami sajikan bermanfaat untuk Anda. Sampaikan saran dan komentar melalui 081515526665 atau 082140888638!
Please install the Flash Plugin

Hot in week

Comments

Citizen Journalist

Kirim tulisan inspiratif Anda melalui faidahislamiyyah@gmail.com. Sertakan identitas dan blog Anda.
item