Banyak Pasal Beri Celah Vonis Koruptor Ringan

https://faidahislamiyyah.blogspot.com/2014/10/banyak-pasal-beri-celah-vonis-koruptor.html
RMOL. Desakan masyarakat sipil
untuk menghentikan pembahasan revisi RUU KUHP dan KUHAP terus berlanjut.
Alasannya, kedua RUU ini akan mengebiri kewenangan penegak hukum termasuk
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, hasilnya akan asal-asalan
karena masa jabatan anggota DPR Periode 2009-2014 akan segera berakhir.
Kemarin, sejumlah aktivis antikorupsi
menyarahkan petisi penolakan sebanyak 21.071 orang yang dibuat Anita Wahid di
situs Change.org kepada pimpinan DPR. Petisi tersebut diterima langsung Wakil
Ketua DPR Pramono Anung yang sekaligus Ketua Global Organization of Parliamentarians
Against Corruption (GOPAC) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring
Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho meminta, DPR menarik
pembahasan kedua RUU tersebut, karena melemahkan KPK, Kejaksaan Agung,
Kepolisian dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Adanya petisi tersebut karena masyarakat
khawatir dilemahkannya KPK. Ada kesan dalam RUU tersebut korupsi tidak ditempatkan
bukan sebagai kejahatan luar biasa, melainkan sebagai kejahatan biasa,”
tudingnya di Kompleks Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Penghentian pembahasan kedua RUU tersebut,
lanjut Emerson, merupakan salah satu langkah antisipasi dari ICW karena
adanya kekhawatiran pelemahan terhadap KPK tersebut. “Seperti kita ketahui
lembaga pemberantas korupsi ini memiliki kewenangan yang sangat luar biasa untuk
menghadapi kejahatan korupsi di Indonesia,” katanya.
Dia menerangkan, dalam pembahasan RUU KUHP
dan KUHAP tidak terlihat adanya efek yang menjerakan bagi para koruptor.
Bahkan, beberapa pasal malah membuka celah peringanan hukuman bagi narapidana
tindak pidana korupsi di luar mekanisme grasi, remisi dan lainnya. “Di Rancangan
Undang Undang KUHP dan KUHAP, KPK akan kehilangan kewenangannya untuk menyidik
dan menuntut bersamaan dengan diberlakukan KUHP dan KUHAP baru,” ungkapnya.
Sementara itu, Pramono menyatakan mendukung
penghentian pembahasan kedua RUU itu. “Saya sebagai pimpinan DPR yang konsen
dengan gerakan anti-korupsi, saya akan membawa dukungan kepada KPK di sidang
Paripurna,” ujarnya saat menerima dokumen petisi yang dibawa ICW dan
Change.org di ruang rapat pimpinan DPR.
Dia mengaku, akan terus mendukung gerakan
antikorupsi sekaligus mendukung penguatan kewenangan KPK.
“Kita juga tak ada keinginan untuk melemahkan
KPK. Kondisi seperti ini saja masih sering kebobolan, apalagi KPK dilemahkan.
Saya justru ingin KPK ditambah wewenangnya,” tekannya.
Penambahan wewenang itu antara lain mengenai
asset recovery atau pengembalian aset kepada negara. “Kami akan tindaklanjuti
petisi teman-teman ini kepada Komisi III supaya akan menjadi pertimbangan.
Mudah-mudahan saya selaku pimpinan DPR yang masih concern terhadap
pemberantasan korupsi ini bisa membantu,” terangnya.
Tak hanya itu, dia juga meminta masyarakat
memonitor terus pembahasan RUU KUHAP nantinya. Menurut dia RUU tersebut tak
akan selesai pada periode sekarang. “Tapi kita perlu mengantisipasi adanya
pihak yang memanfaatkan last minute seperti sekarang ini,” tandasnya. ***
Catatan Quantum Fiqih
Allah berfirman, yang artinya,
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ
اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al Maidah: 38).
Firman Allah yang memerintahkan untuk
memotong tangan pencuri bersifat mutlaq. Tidak dijelaskan berapa batas maksimal
harga barang yang dicuri, dimana tempat barang yang dicurinya dan lain
sebagainya. Akan tetapi kemutlakan ayat diatas di-taqyid (diberi batasan)
oleh hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, para ulama menyaratkan beberapa hal
untuk menjatuhkan hukum potong tangan bagi pencuri. Di antaranya: Barang yang
dicuri berada dalam (hirz) tempat yang terjaga dari jangkauan, seperti
brankas/lemari yang kuat yang berada di kamar tidur untuk barang berharga,
semisal: Emas, perhiasan, uang, surat berharga dan lainnya dan seperti garasi
untuk mobil. Bila persyaratan ini tidak terpenuhi, tidak boleh memotong tangan
pencuri.
Hal ini berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ditanya oleh seorang
laki-laki dari suku Muzainah tentang hukuman untuk pencuri buah kurma, “Pencuri
buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya adalah dia harus
membayar dua kali lipat. Pencuri buah kurma dari tempat jemuran buah setelah
dipetik hukumannya adalah potong tangan, jika harga kurma yang dicuri seharga
perisai yaitu: 1/4 dinar (± 1,07 gr emas).” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah. Menurut
Al-Albani derajat hadis ini hasan).
Batas minimal barang yang dicuri seharga 1/4
dinar berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh
dipotong tangan pencuri, melainkan barang yang dicuri seharga 1/4 dinar hingga
seterusnya.” (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan maksud ayat yang
memerintahkan potong tangan, bahwa barang yang dicuri berada dalam penjagaan
pemiliknya dan sampai seharga 1/4 dinar.
Persyaratan ini tidak terpenuhi untuk kasus
korupsi, karena koruptor menggelapkan uang milik negara yang berada dalam
genggamannya melalui jabatan yang dipercayakan kepadanya. Dan dia tidak mencuri
uang negara dari kantor kas negara. Oleh karena itu, para ulama tidak pernah
menjatuhkan sanksi potong tangan kepada koruptor.
Untuk kasus korupsi, yang paling tepat adalah
bahwa koruptor sama dengan mengkhianati amanah uang/barang yang dititipkan.
Karena koruptor dititipi amanah uang/barang oleh negara. Sementara orang yang
mengkhianati amanah dengan menggelapkan uang/barang yang dipercayakan kepadanya
tidaklah dihukum dengan dipotong tangannya, berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang mengkhianati amanah yang
dititipkan kepadanya tidaklah dipotong tangannya“. (HR. Tirmidzi dan dihasankan
oleh Al-Albani).
Di antara hikmah Islam membedakan antara hukuman
bagi orang yang mengambil harta orang lain dengan cara mencuri dan mengambilnya
dengan cara berkhianat adalah bahwa menghindari pencuri adalah suatu hal yang
sangat tidak mungkin. Karena dia dapat mengambil harta orang lain yang disimpan
dengan perangkat keamanan apapun. Sehingga tidak ada cara lain untuk
menghentikan aksinya yang sangat merugikan tersebut melainkan dengan
menjatuhkan sanksi yang membuatnya jera dan tidak dapat mengulangi lagi
perbuatannya, karena tangannya yang merupakan alat utama untuk mencuri, telah
dipotong.
Sementara orang yang mengkhianati amanah
uang/barang dapat dihindari dengan tidak menitipkan barang kepadanya. Sehingga
merupakan suatu kecerobohan, ketika seseorang memberikan kepercayaan
uang/barang berharga kepada orang yang anda tidak ketahui kejujurannya. (Ibnu
Qayyim, I’lamul Muwaqqi’in, jilid II, Hal. 80)
Ini bukan berarti, seorang koruptor terbebas
dari hukuman apapun juga. Seorang koruptor tetap layak untuk dihukum. Di antara
hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor sebagai berikut:
Pertama, koruptor diwajibkan
mengembalikan uang negara yang diambilnya, sekalipun telah habis digunakan.
Negara berhak untuk menyita hartanya yang tersisa dan sisa yang belum dibayar
akan menjadi hutang selamanya.
Ketentuan ini berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap tangan yang mengambil barang
orang lain yang bukan haknya wajib menanggungnya hingga ia menyerahkan barang
yang diambilnya“. (HR. Tirmidzi. Zaila’i berkata, “Sanad hadis ini hasan”).
Kedua, hukuman ta’zir. Hukuman ta’zir adalah
hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku sebuah kejahatan yang sanksinya tidak
ditentukan oleh Allah, karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan untuk
menjatuhkan hukuman hudud. (Almausuah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah,
jilid XII, hal 276.)
Kejahatan korupsi serupa dengan mencuri,
hanya saja tidak terpenuhi persyaratan untuk dipotong tangannya. Karena itu
hukumannya berpindah menjadi ta’zir.
Jenis hukuman ta’zir terhadap
koruptor diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang) untuk
menentukannya. Bisa berupa hukuman fisik, harta, kurungan, moril, dan lain
sebagainya, yang dianggap dapat menghentikan keingingan orang untuk berbuat
kejahatan. Di antara hukuman fisik adalah hukuman cambuk.
Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa Nabi menjatuhkan
hukuman cambuk terhadap pencuri barang yang kurang nilainya dari 1/4 dinar.
Hukuman kurungan (penjara) juga termasuk
hukuman fisik. Diriwayatkan bahwa khalifah Utsman bin Affan pernah memenjarakan
Dhabi bin Al-Harits karena dia melakukan pencurian yang tidak memenuhi
persyaratan potong tangan.
Denda dengan membayar dua kali lipat dari
nominal harga barang atau uang negara yang diselewengkannya merupakan hukuman
terhadap harta. Sanksi ini dibolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallamterhadap “Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi,
hukumannya dia harus membayar dua kali lipat”. (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah).
Hukuman ta’zir ini diterapkan
karena pencuri harta negara tidak memenuhi syarat untuk dipotong tangannya,
disebabkan barang yang dicuri tidak berada dalam hirz (penjagaan
selayaknya).
Artikel: www.thaybah.id dan
cafeilmubrilly.blogspot.com
Redaksi: Brilly El-Rasheed