Kisah Hudzaifah bin Al-Yaman
https://faidahislamiyyah.blogspot.com/2014/10/kisah-hudzaifah-bin-al-yaman.html
Husail bin Jabir hidup dalam kabilahnya, ‘Abas, bersama
anak-anak dan keluarganya. Dan orang ini hidup dengan aman dan tenang.
Namun kehidupan Bangsa Arab sebelum Islam sangat mungkin
sekali berbalik kebahagiaannya menjadi kesengsaraan hanya dikarenakan persoalan
yang sangat remeh; terkadang tidak lebih dari sekedar persoalan unta yang
digembalakan di tanah bukan pemiliknya, atau seteguk air yang diminum oleh
seseorang tanpa seizin si pemilik sumur.
Begitulah kehidupan Husail bin Jabir menjadi keruh
sehingga ia membunuh seorang pria dari Kabilah ‘Abas. Kabilah itupun memutuskan
dengan peraturannya. Mereka memutus-kan untuk mengusirnya dari kabilah itu.
Husail pun pergi ke Yatsrib, dan di sana ia tinggal
bersama suatu kaum yang disebut Bani ‘Abd Al-Asyhal. Mereka adalah penduduk
Yatsrib yang asal-usulnya berasal dari suku-suku Yaman, sehingga mereka dikenal
sebagai Yamaniyyun (orang-orang Yaman)
Dan setelah Husail tinggal di Yatsrib, ia pun menikah
dengan penduduknya. Dan di sana, kehidupannya benar-benar berubah. Mereka
menamainya sebagai Al-Yaman; sebuah bentuk penisbatan kepada kabilah-kabilah
Yaman. Lalu ia mendapatkan seorang anak yang ia beri nama Hudzaifah.
Seperti orang-orang Arab lainnya, Al-Yaman sangat rindu
untuk mengunjungi Ka’bah dan melakukan thawaf di sana. Maka ia pun melakukan
perjalanan pulang-pergi dari Makkah dan Yatsrib. Sementara itu, di Makkah,
Islam sedang membelah jalan menuju hati manusia. Hingga ia akhirnya mengenai
hati Al-Yaman, maka ia pun beriman kepada Allah dan RasulNya. Ia pulang kembali
ke Madinah, lalu seluruh keluarganya pun masuk Islam, termasuk putranya
Hudzaifah bin Al-Yaman.
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Al-Yaman menceritakan
tentang Rasulullah kepada anaknya.
Hudzaifah pun menjadi begitu mencintai Rasulullah tanpa pernah melihat beliau.
Hingga ia menemui beliau di suatu ketika dan ia mengenalinya. Nabi mengatakan
padanya: “Wahai Hudzaifah, apakah engkau seorang Muhajirin atau seorang
Anshar?”
“Tentu saja seorang Anshar, wahai Rasulullah,” jawabnya.
Hudzaifah lebih memilih untuk menjadi orang Anshar yang
segera memenuhi seruan iman begitu mereka mendengarkannya. Maka ia pun
berlomba-lomba dengan mereka untuk Allah dan RasulNya, dan ia pun menjadi
Hudzaifah bin Al-Yaman Al-Anshary.
***
Ketika engkau membaca atau mendengarkan tentang
Hudzaifah, maka engkau harus membuka hati dan akalmu, karena engkau akan
mendengarkan hal-hal yang menakjubkan. Engkau akan melihat seorang pria yang
sangat khas, yang tidak diserupai oleh siapapun dalam jalan yang ia tempuh dan
bagaimana ia memperlakukan kehidupan ini.
Dalam Perang Badar, Hudzaifah dan ayahnya tidak hadir
dalam perang menakjubkan yang menjadi
pemisah antara kebenaran dan kebatilan ini. Hudzaifah dan Al-Yaman berada di
luar Kota Madinah ketika pasukan kaum muslimin berangkat menuju Badar.
Dalam perjalanan pulangnya ke Madinah, keduanya bertemu
dengan kaum musyrikin. Mereka pun berkata: “Ke mana kalian akan pergi?”
Keduanya menjawab: “Ke Madinah.”
“Tidak, kalian pasti ingin menemui Muhammad untuk
memerangi kami,” ujar mereka. Kaum musyrikin itu kemudian menahan Hudzaifah dan
ayahnya. Mereka tidak melepaskannya sampai mereka mengambil janji dari mereka
berdua untuk tidak bergabung bersama Rasulullah a memerangi mereka.
Keduanya pun tiba di hadapan Rasulullah a dan
menceritakan kisah yang mereka alami.
Rasulullah pun berkata: “Tidak, batalkanlah perjanjian
mereka itu dan kita meminta tolong kepada Allah untuk menghadapi mereka.”
Inilah keajaiban pertama dalam hidup Hudzaifah dan
ayahnya, memenuhi janji meski kepada kaum musyrikin. Dan dalam Perang Uhud,
Hudzaifah dan Al-Yaman ikut serta dalam memerangi kaum musyrikin.
Saat itu, Al-Yaman adalah seorang tua yang sangat renta.
Namun ia memimpikan meraih syahid dan mati di jalan Allah, sehingga ia tidak
terhalangi oleh usia lanjutnya untuk berjihad.
Tetapi Al-Yaman telah mempunyai janji dengan Allah. Maka
ketika pasukan kaum muslimin tersingkap, sebagian mereka lari di hadapan kaum
musyrikin dan yang lain tetap bertahan, ada sekelompok pasukan yang masuk di
tengah barisan kaum musyrikin. Kedua pasukan itupun bercampur baur hingga tidak
dapat dibedakan lagi. Maka terjadi saling bunuh di antara pasukan kaum muslimin
sendiri.
Setan memanfaatkan kesempatan ini, maka ia berteriak:
“Wahai hamba-hamba Allah, waspadailah bagian belakang kalian!”
Kaum muslimin pun kembali, lalu mereka saling membunuh
satu dengan yang lain tanpa sengaja. Hudzaifah kemudian melihat, ternyata di
depannya adalah ayahnya sendiri, Al-Yaman. Ia pun menyeru di tengah kaum
muslimin: “Wahai hamba-hamba Allah!
Ayahku, Ayahku!”
Namun pedang takdir ternyata lebih cepat dari perisai
kewaspadaan. Kaum muslimin telah membunuh Al-Yaman tanpa sengaja. Hudzaifah pun
mengatakan: “Semoga Allah mengampuni kalian!”
Rasulullah bermaksud membayar diyat atas kejadian itu
kepada Hudzaifah, namun Hudzaifah mengatakan: “Aku telah menyedekahkannya
kepada kaum muslimin.”
Semakin bertambahlah kecintaan Rasulullah kepada
Hudzaifah, dan beliau mendekatkannya kepada dirinya. Dan inilah hal menakjubkan
kedua bagi Hudzaifah.
Diambil dari buku Kisah Sahabat for Kids, PT. EFMS,
Surabaya, Jawa Timur. Dapatkan bukunya dan hadiahkan kepada putra-putri Anda
sebagai pelajaran akhlaq untuk mereka.