Kisah Hudzaifah bin Al-Yaman

Husail bin Jabir hidup dalam kabilahnya, ‘Abas, bersama anak-anak dan keluarganya. Dan orang ini hidup dengan aman dan tenang.
Namun kehidupan Bangsa Arab sebelum Islam sangat mungkin sekali berbalik kebahagiaannya menjadi kesengsaraan hanya dikarenakan persoalan yang sangat remeh; terkadang tidak lebih dari sekedar persoalan unta yang digembalakan di tanah bukan pemiliknya, atau seteguk air yang diminum oleh seseorang tanpa seizin si pemilik sumur.
Begitulah kehidupan Husail bin Jabir menjadi keruh sehingga ia membunuh seorang pria dari Kabilah ‘Abas. Kabilah itupun memutuskan dengan peraturannya. Mereka memutus-kan untuk mengusirnya dari kabilah itu.
Husail pun pergi ke Yatsrib, dan di sana ia tinggal bersama suatu kaum yang disebut Bani ‘Abd Al-Asyhal. Mereka adalah penduduk Yatsrib yang asal-usulnya berasal dari suku-suku Yaman, sehingga mereka dikenal sebagai Yamaniyyun (orang-orang Yaman)
Dan setelah Husail tinggal di Yatsrib, ia pun menikah dengan penduduknya. Dan di sana, kehidupannya benar-benar berubah. Mereka menamainya sebagai Al-Yaman; sebuah bentuk penisbatan kepada kabilah-kabilah Yaman. Lalu ia mendapatkan seorang anak yang ia beri nama Hudzaifah.
Seperti orang-orang Arab lainnya, Al-Yaman sangat rindu untuk mengunjungi Ka’bah dan melakukan thawaf di sana. Maka ia pun melakukan perjalanan pulang-pergi dari Makkah dan Yatsrib. Sementara itu, di Makkah, Islam sedang membelah jalan menuju hati manusia. Hingga ia akhirnya mengenai hati Al-Yaman, maka ia pun beriman kepada Allah dan RasulNya. Ia pulang kembali ke Madinah, lalu seluruh keluarganya pun masuk Islam, termasuk putranya Hudzaifah bin Al-Yaman.
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Al-Yaman menceritakan tentang Rasulullah  kepada anaknya. Hudzaifah pun menjadi begitu mencintai Rasulullah tanpa pernah melihat beliau. Hingga ia menemui beliau di suatu ketika dan ia mengenalinya. Nabi mengatakan padanya: “Wahai Hudzaifah, apakah engkau seorang Muhajirin atau seorang Anshar?”
“Tentu saja seorang Anshar, wahai Rasulullah,” jawabnya.
Hudzaifah lebih memilih untuk menjadi orang Anshar yang segera memenuhi seruan iman begitu mereka mendengarkannya. Maka ia pun berlomba-lomba dengan mereka untuk Allah dan RasulNya, dan ia pun menjadi Hudzaifah bin Al-Yaman Al-Anshary.
***
Ketika engkau membaca atau mendengarkan tentang Hudzaifah, maka engkau harus membuka hati dan akalmu, karena engkau akan mendengarkan hal-hal yang menakjubkan. Engkau akan melihat seorang pria yang sangat khas, yang tidak diserupai oleh siapapun dalam jalan yang ia tempuh dan bagaimana ia memperlakukan kehidupan ini.
Dalam Perang Badar, Hudzaifah dan ayahnya tidak hadir dalam perang  menakjubkan yang menjadi pemisah antara kebenaran dan kebatilan ini. Hudzaifah dan Al-Yaman berada di luar Kota Madinah ketika pasukan kaum muslimin berangkat menuju Badar.
Dalam perjalanan pulangnya ke Madinah, keduanya bertemu dengan kaum musyrikin. Mereka pun berkata: “Ke mana kalian akan pergi?”
Keduanya menjawab: “Ke Madinah.”
“Tidak, kalian pasti ingin menemui Muhammad untuk memerangi kami,” ujar mereka. Kaum musyrikin itu kemudian menahan Hudzaifah dan ayahnya. Mereka tidak melepaskannya sampai mereka mengambil janji dari mereka berdua untuk tidak bergabung bersama Rasulullah a memerangi mereka.
Keduanya pun tiba di hadapan Rasulullah a dan menceritakan kisah yang mereka alami.
Rasulullah pun berkata: “Tidak, batalkanlah perjanjian mereka itu dan kita meminta tolong kepada Allah untuk menghadapi mereka.”
Inilah keajaiban pertama dalam hidup Hudzaifah dan ayahnya, memenuhi janji meski kepada kaum musyrikin. Dan dalam Perang Uhud, Hudzaifah dan Al-Yaman ikut serta dalam memerangi kaum musyrikin.
Saat itu, Al-Yaman adalah seorang tua yang sangat renta. Namun ia memimpikan meraih syahid dan mati di jalan Allah, sehingga ia tidak terhalangi oleh usia lanjutnya untuk berjihad.
Tetapi Al-Yaman telah mempunyai janji dengan Allah. Maka ketika pasukan kaum muslimin tersingkap, sebagian mereka lari di hadapan kaum musyrikin dan yang lain tetap bertahan, ada sekelompok pasukan yang masuk di tengah barisan kaum musyrikin. Kedua pasukan itupun bercampur baur hingga tidak dapat dibedakan lagi. Maka terjadi saling bunuh di antara pasukan kaum muslimin sendiri.
Setan memanfaatkan kesempatan ini, maka ia berteriak: “Wahai hamba-hamba Allah, waspadailah bagian belakang kalian!”
Kaum muslimin pun kembali, lalu mereka saling membunuh satu dengan yang lain tanpa sengaja. Hudzaifah kemudian melihat, ternyata di depannya adalah ayahnya sendiri, Al-Yaman. Ia pun menyeru di tengah kaum muslimin: “Wahai hamba-hamba Allah!  Ayahku, Ayahku!”
Namun pedang takdir ternyata lebih cepat dari perisai kewaspadaan. Kaum muslimin telah membunuh Al-Yaman tanpa sengaja. Hudzaifah pun mengatakan: “Semoga Allah mengampuni kalian!”
Rasulullah bermaksud membayar diyat atas kejadian itu kepada Hudzaifah, namun Hudzaifah mengatakan: “Aku telah menyedekahkannya kepada kaum muslimin.”
Semakin bertambahlah kecintaan Rasulullah kepada Hudzaifah, dan beliau mendekatkannya kepada dirinya. Dan inilah hal menakjubkan kedua bagi Hudzaifah.
Diambil dari buku Kisah Sahabat for Kids, PT. EFMS, Surabaya, Jawa Timur. Dapatkan bukunya dan hadiahkan kepada putra-putri Anda sebagai pelajaran akhlaq untuk mereka.

Related

MAKALAH 168756236159303084

Posting Komentar Default Comments

emo-but-icon

Assalamu'alaikum

Selamat datang di Faidah Islamiyyah. Semoga apa yang kami sajikan bermanfaat untuk Anda. Sampaikan saran dan komentar melalui 081515526665 atau 082140888638!
Please install the Flash Plugin

Hot in week

Comments

Citizen Journalist

Kirim tulisan inspiratif Anda melalui faidahislamiyyah@gmail.com. Sertakan identitas dan blog Anda.
item