Menjadi Kaya Dengan Mandiri
http://faidahislamiyyah.blogspot.com/2014/10/menjadi-kaya-dengan-mandiri.html
Kemandirian
adalah syarat sekaligus bukti kesuksesan. Kemandirian adalah menjauhkan diri
dari menggantungkan diri kepada manusia untuk menyelesaikan urusan pribadi.
Kemandirian bukan berarti menjauhkan diri dari bekerja sama, bahkan bekerja
sama sangat dianjurkan dalam Islam. Yang dilarang dan bertentangan dengan
syariat kemandirian adalah membatasi kemampuan diri sehingga menganggap diri
tidak mampu mengatasi persoalan pribadi yang sudah menjadi tanggung jawabnya,
padahal sebetulnya mampu jika mau mengeksplornya.
Diriwayatkan
dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقَتُهُ ، وَمَنْ
أَنْزَلَهَا بِاللهِ أَوْشَكَ اللهُ لَهُ بِالْغِنَى: إِمَّا بِمَوْتٍ عَاجِلٍ
أَوْ غِنًى عَاجِلٍ
"Barang
siapa yang ditimpa suatu kesulitan lalu ia mengadukannya kepada manusia, maka
tidak akan tertutup kefakirannya. Dan barangsiapa yang mengadukan kesulitannya
itu kepada Allah, maka Allah akan memberikannya salah satu diantara dua
kecukupan: kematian yang segera atau kecukupan yang segera." [HR Ahmad
(I/389, 407, 442), Abu Dâwud (no. 1645), at-Tirmidzi (no. 2326), dan al-Hâkim
(I/408). Lafazh ini milik Abu Dâwud]
‘Ali
Al-Qari dalam Mirqah Al-Mafatih (4/1316, Asy-Syamilah) menjelaskan makna faaqat
adalah kebutuhan mendesak, lebih mendesak daripada kefaqiran dan kehidupan yang
sempit… Ath-Thibi menyatakan makna hadits ini adalah kalau seseorang
meminta-minta bantuan kepada orang-orang untuk mengatasi faaqatnya, niscaya
hajatnya tidak akan terlaksana dan faaqatnya tidak akan sirna, serta akan
menyusul faaqat-faaqat lainnya yang lebih berat.
Kematian
yang segera menurut ‘Ali Al-Qari adalah akan diwafatkan sesegera mungkin dalam
keadaan kaya lantas kekayaannya diwarisi pewarisnya. Menurut Al-Qari, ini
sesuai dengan firman Allah QS. Ath-Thalaq: 2-3. Sementara kecukupan yang segera
adalah akan diberi harta dan dijadikan kaya. Menurut Ath-Thibi ini sesuai
dengan QS. An-Nur: 32.
Hadits ini mengajarkan kepada kita untuk selalu
berharap bantuan dan mengiba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hadits ini tidak
melarang minta bantuan kepada manusia secara mutlak. Apalagi dalam hadits lain
Rasulullah membolehkan meminta bantuan kepada orang lain. Dari Samuroh
bin Jundub, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Meminta-minta
adalah seperti seseorang mencakar wajahnya sendiri kecuali jika ia
meminta-minta pada penguasa atau pada perkara yang benar-benar ia butuh.” [HR. An-Nasai no. 2600; At-Tirmidzi
no. 681]
Dalam hadits lain Rasulullah
memberikan persyaratan yang sangat ketat dan rinci tentang alasan
diperbolehkannya meminta. Dari Qobishoh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Wahai
Qobishoh, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga orang:
(1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai
ia melunasinya, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya,
ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang
yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari
kaumnya berkata, 'Si fulan benar-benar telah tertimpa kesengsaraan', maka boleh
baginya meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain
ketiga hal itu, wahai Qobishoh, adalah haram dan orang yang memakannya berarti
memakan harta yang haram.” [HR. Muslim no. 1044]
(brilly/faedah.com)